Saturday, 26 February 2011

Membela Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Al-Qur'an adalah benda mati yang butuh pembelaan

Membela agama Alloh, bisa disebut juga dengan istilah lain, yaitu jihad fii sabiilillaah atau berjuang dengan kesungguhan hati baik lahir maupun bathin untuk menegakkan agama Alloh dengan cara mensyiarkan Al-Qur'an dan Al-Hadits dalam kondisi apapun, baik pada waktu kita sedang merasa ringan, senang atau pun berat. Membela agama itu bisa dengan menggunakan tenaga, harta-benda, lisan, ataupun pikiran.

Membela pakai tangan, dan atau tulisan

Membela Al-Qur'an dan Al-Hadits pakai tangan dengan cara memberi makna dan keterangan Al-Qur'an dan Al-Hadits secara tertulis. Menulis dalil-dalil atau do'a-do'a yang suatu saat nanti ketika kita atau teman dan atau orang lain sedang membutuhkannya kita bisa mencarinya dengan mudah, itu artinya kita telah membantunya untuk mengatasi satu masalah yang dianggap oleh orang lain berat, mungkin bagi kita adalah ringan, cuma dalil.. Padahal, orang lain sangat memerlukannya karena sedang berkaitan dengan masalah hukum yang menyangkut dalil. Nah, pada saat orang lain membutuhkan kita dan kita bisa membantunya maka itulah suatu perbuatan yang terpuji dan manfa'at baginya.

Bahkan bisa juga dengan menulis sebuah atau beberapa buah karya tulis tentang apa saja yang sekiranya dapat bermanfa'at bagi kita dan orang lain yang membacanya. Terlebih-lebih karya tulis tersebut didasari dengan referensi yang kuat berupa dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadits. Masih banyak yang lain, membela agama dengan tangan atau tulisan.

Membela pakai lisan

Berbicara yang jujur dalam hal agama selalu berdasarkan dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadits yang sudah manqul. Berbicara politik yang benar sesuai dengan peraturan pemerintah yang sah dan selalu berdasarkan Pancasila dan UUD '45 beserta amandemennya. Berbicara masalah sosial tidak menyinggung, tidak menghasut, tidak mengolok-olok golongan lain. Sehingga pembicaraan kita itu jika diikuti oleh orang lain akan sampai kepada tujuan yang diinginkan. Jika berbicara dengan orang yang lebih tua dengan tutur bahasa yang santun, boso. Jika berbicara dengan manusia biasa yang benar, jika berbicara dengan orang yang terhormat dengan qoulan karima, perkataan yang mulia Ini juga merupakan suatu pembelaan. Bahkan, diam pun termasuk suatu pembelaan. Artinya tahu kapan saatnya harus berbicra, dan kapan pula saatnya harus diam. Bapak (Al-Marhum) Imam KH. Nurhasan Al-Ubaidah pernah diam. Dengan diamnya, maka Alloh Ta'alaa paring keselamatan kepada beliau dan jama'ah ini. Orang diam bukan berarti bisu atau bodoh, tapi diam adalah emas dengan pertimbangan jika diam itu adalah pilihan yang terbaik, ketimbang banyak bicara tetapi tidak bermanfaat. Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang telah disarankan oleh Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam “berbicaralah yang baik atau diam”. Di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 125, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.

Di dalam Hadits Shohih Bukhori Juz 8 hal 13, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Dan barang siapa yang beriman dengan Alloh dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau supaya diam”.

Di dalam Hadits Shohih Bukhori dan Muslim, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Dan barang siapa yang beriman dengan Alloh dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau supaya diam saja”.

Orang pintar adalah orang yang mengetahui kapan saatnya harus berbicara. Bukan asal njeplak, angger mengo / mangap alias asbun (asal bunyi). Ini artinya apa? Artinya, kita harus pandai memilih kapan kita harus berbicara dan diam. Maka kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dikatakan B.I.C.A.R.A? Bicara, adalah kependekan dari B: Berani, karena mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai. I: Inovator, karena ingin perubahan yang lebih baik dan benar. C: Cakrawala, karena mempunyai cakrawala pandang yang luas jauh kedepan. A: Argumentasi, karena mempunyai argumen yang lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan keshohihannya. R: Realistis, karena mempunyai bukti yang dapat diterima oleh akal sehat, fakta, aktual, autentik. A: Agama, karena mempunyai kefahaman agama yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu negatif bahkan berpengaruh positif.

Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada juga yang dengan diam malah menjadi masalah. Semua itu tergantung bagaimana niat, cara, situasi, dan kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat macam-macam diam;
1. Diam bodoh yaitu diam karena ia tidak mengetahui apa yang harus ia bicarakan. Diam seperti ini karena kurangnya ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau lemahnya pemahaman serta alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam seperti ini akan lebih baik dan aman, daripada memaksakan diri bicara sok tahu alias asbun (asal bunyi/asal njeplak/angger mengo).

2. Diam malas, diam yang seperti ini buruk sekali, karena ia diam pada sa’at orang lain sedang memerlukan pembicaraannya, ia enggan untuk berbicara karena ia sedang merasa tidak mood, tidak berselera, lagi malas.

3. Diam sombong, inipun sangat negatif karena ia menganggap orang lain yang mengajaknya berbicara tidak selevel, perlu, penting.

4. Diam berkhianat, ini sangat berbahaya karena ia sedang menyusun siasat jahat untuk mencelakakan orang lain. Diam pada sa’at sedang dibutuhkan kesaksiannya untuk menyelamatkan orang baik, benar adalah diam keji.

5. Diam marah, diam yang seperti ini ada baiknya ada juga buruknya. Baiknya adalah terjaga dari perkataan yang tidak santun yang akan memperkeruh keadaan. Buruknya adalah ia berniat untuk menunjukkan kemurkaan, kebencian, emosionalnya bukan untuk mencari solusi. Sehingga dengan diam yang seperti itu kadang malah menambah masalah.
6. Diam utama (diam aktif), adalah diam hasil merenung dan berpikir tentang sebab dan akibat apabila ia berbicara akan menimbulkan kemudhorotan yang lebih besar ketimbang kemanfa’atannya. Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam memberikan tolok ukur tentang orang Islam yang bagus. Di dalam Hadits Ibnu Majah Juz 2 hal 1316, dari Abi Huroiroh, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Termasuk bagusnya Islam seseorang adalah dia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya”.

Keutamaan Diam Aktif adalah;
- Dapat menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.
- Kemungkinan tipis tergelincir/keseleo lidah yang dapat menjadi dosa.
- Dapat mengokohkan hati tetap tidak riya’, sum’ah, ujub, takabur, congkak.
- Menjadi pendengar dan pemerhati yang baik sehingga setiap kali menghadapi persoalan pemahamannya mendalam maka dalam pengambilan keputusanpun jauh lebih bijak dan arif.
- Dapat menimbulkan kewibawaan tersendiri. Tanpa di sadari dari sikap dan penampilan kita orang lain akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.
- Yang tidak kalah pentingnya adalah hatinya bercahaya terang sehingga dapat memberikan ide dan gagasan yang cemerlang tampak dari ramah wajahnya, cakap budi bahasanya, santun tutur katanya, sopan lagak dan gayanya.

Diam aktif adalah bukan bisu akan tetapi upaya menahan diri dari; diam dari perkataan dusta, sia-sia, keluh-kesah, pamer, ujub, berlebihan, melaknat, menhujat, menyakitkan hati, sok tahu dan sok pintar, komentar spontan dan cletukan alias nyeruwing atau saur manuk, dll.

Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa ridho membimbing lisan kita mengucapkan kalimat thoyyibah “Laa Ilaaha Illallooh(u)” saat ruh kita akan dijemput ajal, sebagai puncak akhir perkataan yang akan menghantarkan kita kesurga.

No comments:

Post a Comment